Sabtu, 31 Desember 2011

REVIEW JURNAL KOPERASI 23

Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI
MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Sumber : http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm

ABSTRAK
Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia kegiatan koperasi mikar karena bengalami guncangan yang sangat hebat, karena pada saat itu keuangan Negara mengalami inflasi sebagai akibatnya banyak organisasi serta bidang usaha yang harus mengalami gulung tikar karena banyak mengalami kerugian. Karena masih sangat di butuhkan koperasi dari berbagai bidang usaha mulai muncul kembali dan melakukan beberapa variasi untuk mengembangkan usahanya antara lain koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Atau pun mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tentu saja pada awalnya koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, dan lain-lain. Kemudian koperasi juga telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain serta menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit.
Namun masih lebih banyak hal yang tidak mendapat respon yang cukup baik dalam beberapa faktor. Faktor utama ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.
1.2. Perumusan Masalah
Pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut.
1.3. Tujuan
Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini, maka di butuhkan jalan keluar dari kondisi tersebut. Untuk itu makalah ini di buat dengan tujuan sebagai berikut:

Mengetahui seberapa besar peran koperasi dalam masyarakat Indonesia
prospeknya dan strategi pengembangan yang dilakukan pada masa yang akan datang.

pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut


1.4. Metode Penelitian
1.4.1. Lokasi
Studi ini dilakukan di Indonesia khususnya di daerah Otonomi dan Desa.

1.4.2. Metode Studi
Tehnik pengumpulan data diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan kegiatan.

1.4.3. Pengolahan Analisis Data
Pengelolaan analisa data dilakukan secara diskriftif reflektif.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)
Ada 3 tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

Koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank.
Koperasi merupakan alternatif bagi lembaga usaha lain. Masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.

2.2. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berikut ini adalah faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi :

Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan
mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.

Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :

2.3. MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA

Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.

Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia.

Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.

Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.

Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.

Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.

Untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual.

Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.

Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah. Namun, dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.

Peningkatan Citra Koperasi

Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri.

Penyaluran Aspirasi Koperasi

Asosiasi pengusaha dapat digunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Koperasi di Indonesia dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Selain itu koperasi juga telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain serta koperasi telah menjadi kegiatan dalam suatu organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Pada masa mendatang koperasi masih sangat di butuhkan oleh masyarakat . Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu.

3.2. Daftar Pustaka
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi : Direktur Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)
Makalah ini di sampaikan dalam seminar pendalaman ekonomi rakyat, Koperasi, Jakarta, 21 Mei 2002
Tulisan ini merupakan bentuk tulisan ulang dari beberapa pemikiran yang di ajukan penulis dalam buku “MEMBANGUN KOPERASI PERTANIAN BERBASIS ANGGOTA” Djabarudin djohar dan Bayu Krisnamurthi (Ed). LSP2I. Inkopdit dan Yappika (2000) hasil kegiatan Fact-finding dan lokakarya local diselenggarakan atas kerjasama LSP2I. Yappika, dan PSP-IPB.
3.3. Saran
Dua syarat dari pemikiran-pemikiran yang harus di lakukan. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, disertai berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengan strategi yang selama ini diterapkan.

REVIEW JURNAL KOPERASI 22

Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)

Review jurnal
PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA MENUJU INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS
Rindu Rika Gamayuni1
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14 No.2, Juli 2009


ABSTRAK
Standar akuntansi keuangan di Indonesia perlu mengadopsi IFRS untuk pelaporan keuangan Indonesia agar dapat diterima perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik investor internasional. Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Sebuah adopsi adalah wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau diadopsi sebagian untuk tujuan harmonisasi harus dipertimbangkan hati-hati. Penuh adopsi IFRS akan meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan internasional.
Jika Indonesia sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012, ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh para akademis dan perusahaan-perusahaan. kurikulum dan sastra harus disesuaikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ini membutuhkan waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia. Hal ini tidak tercapai dalam waktu singkat karena alasan standar akuntansi. Penerapan IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS.

LATAR BELAKANG


Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum mendekati keseluruhan, baru sebagian (harmonisasi).
Proses harmonisasi ini memiliki hambatan antara lain nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Pada tahun 2012 tersebut diharapkan Indonesia sudah mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Dengan pencanangan tersebut timbul permasalahan mengenai sejaumana adopsi IFRS dapat diterapkan dalam Laporan Keuangan di Indonesia, bagaimana sifat adopsi yang cocok apakah adopsi seluruh atau sebagian (harmonisasi), dan manfaat bagi perusahaan yang mengadopsi khususnya dan bagi perekonomian Indonesia pada umumnya, serta bagaimana kesiapan Indonesia untuk mengadopsi IFRS, mungkinkah tahun 2012 Indonesia mengadopsi penuh IFRS?
ANALISIS
Choi dan Mueller (1998) mendefinisikan akuntansi internasional adalah akuntansi internasional yang memperluas akuntansi yang bertujuan umum, yang berorientasi nasional, dalam arti yang luas untuk: (1) analisa komparatif internasional, (2) pengukuran dan isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis-bisnis internasional dan bentuk bisnis perusahaan multinasional, (3) kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional, dan (4) harmonisasi akuntansi di seluruh dunia dan harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik, organisasi, profesi dan pembuatan standar.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan., (2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.
Choi, et al. (1999) menyatakan bahwa Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Standart harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai Negara. Saat ini harmonisasi standar akuntansi internasional menjadi isu hangat karena berhubungan erat dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. IASC (International Accounting Stadard Committe) adalah lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan (Choi & Mueller, 1998).
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.

Menurut Nobes dan Parker (2002), rintangan yang paling fundamental dalam proses harmonisasi adalah:
(1) perbedaan praktek akuntansi yang berlaku saat ini pada berbagai negara,
(2) kurangnya atau lemahnya tenaga profesional atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara,
3) perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara. Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002)
Hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
(1) Nasionalisme tiap-tiap negara,
(2) Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,
(3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,
(4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.


KESIMPULAN

Standar Akuntansi Keuangan Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena kebutuhan akan info keuangan yang bisa diakui secara global untuk dapat bersaing dan menarik investor secara global. Saat ini, adopsi yang dilakukan oleh PSAK Indonesia sifatnya adalah harmonisasi, belum adopsi secara utuh, namun indonesia mencanangkan akan adopsi seutuhnya IFRS pada tahun 2012. Adopsi ini wajib diterapkan terutama bagi perusahaan publik yang bersifat multinasoinal, untuk perusahaan non publik yang bersifat lokal tidak wajib diterapkan.
Perlu dipertimbangkan lebih jauh lagi sifat adopsi apa yang cocok diterapkan di Indonesia, apakah adopsi secara penuh IFRS atau adopsi IFRS yang bersifat harmonisasi yaitu mengadopsi IFRS disesuaikan dengan kondisi ekonomi, politik, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Adopsi secara penuh IFRS akan meningkatkan keandalan dan daya banding informasi laporan keuangan secara internasional, namun adopsi seutuhnya akan bertentangan dengan sistem pajak pemerintahan Indonesia atau kondisi ekonomi dan politik lainnya. Hal ini merupakan rintangan dalam adopsi sepenuhnya IFRS di Indonesia.
Adopsi seutuhnya (full adoption) terhadap IFRS, berarti merubah prinsip-prinsip akuntansi yang selama ini telah dipakai menjadi suatu standar akuntansi berlaku secara internasional. Hal ini kemungkinan besar tidak akan dapat tercapai dalam waktu dekat, mengingat kendala yang dihadapi antaralain:standar akuntansi sangat berhubungan dengan sistem perpajakan. Sistem perpajakan setiap negara bervariasi. Jika prinsip akuntansi distandarkan secara internasional, berarti sistem perpajakannya juga harus distandarkan secara internasional, masalahnya mungkinkah ini terjadi ,standar akuntansi adalah suatu kebijakan akuntansi yang dibuat berdasarkan kebutuhan politik dan ekonomi suatu negara. Politik dan ekonomi setiap negara bervariasi, sehingga masalah politik dan ekonomi akan selalu menjadi hambatan dalam adopsi IFRS secara utuh dalam suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Fahmi. 2008. Bank wajib terapkan revisi PSAK pada 2010. Bisnis Indonesia. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi harian/keuangan/1id39361.html
American Institute Certified Public Accountants. 2008. IFRS: An AICPA (American Institute Certified Public Accountants) Background. Newyork. www.IFRS.com. 1 April 2009.
American Institute Certified Public Accountants. 2008. IFRS Primer for Audit Committees. Newyork. www.IFRS.com. 1 April 2009.
Ashbaugh and Pincus. 1999. “Domestic Accounting Standard, International Accounting Standards, and The Predictability of Earning”.
Barth, Landsman and Lang. 2005. “International Accounting Standards and Accounting Quality”. Journal of Accounting.
Basir, Syarief. 2008. Adopsi Standar Auditing dan Assurance Internasional,
Sumber
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 – 

REVIEW JURNAL KOPERASI 21

Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)

Judul:
MENGEMBANGKAN KONSEP BISNIS KOPERASI

Sumber:

 http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/22/mengembangkan-kompetensi-bisnis-koperasi-kesimpulan-dan-rekomendasi-bagian-kelima/
http://nadiapsy.blogspot.com/2011/10/review-jurnal-ekonomi-koperasi.html

1. Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan saling pengaruh dua arus utama, yaitu teknologi informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk ”dirinya” yang baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi.
Bagaimana koperasi sendiri? Apakah koperasi memang telah melakukan ”strategic positioning” sebagai wadah anggotanya ”bekerjasama” untuk kesejahteraan bersama anggota serta masyarakat, bukannya bekerja ”bersama-sama” untuk kepentingan masing-masing anggota, atau malah manajer dan atau pengurus koperasi? Apakah koperasi juga telah sesuai impian para tokoh pahlawan, menjadi sokoguru perekonomian Indonesia?
Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis , pemberdayaan , regulatif (legislasi dan perundang-undangan), kebijakan publik , sosiologis, bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program nasional Jaring Pengaman Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga Penjaminan, Pembentukan Dekopin dari daerah sampai nasional).


1.1 Permasalahan
Tetapi ternyata, seluruh ”treatment” tersebut sebenarnya tidak menyelesaikan beberapa masalah mendasar koperasi. Pertama, seperti diungkapkan Soetrisno (2002) bahwa ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan tiga pola penitipan kepada program, yaitu pembangunan sektoral lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya dan perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan. Tiga pola tersebut menurut beliau berakibat prakarsa mayarakat kurang berkembang, kalaupun muncul tidak diberi tempat sebagai mana mestinya.
Masalah kedua, Ketika program tersebut gagal, maka koperasi harus memikul beban kegagalan program. Sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk peneliti dan media massa.
Masalah ketiga,data perkoperasian Indonesia sampai tahun 2006, dijelaskan Jauhari (2006) didominasi oleh Koperasi Fungsional, seperti koperasi karyawan, koperasi pegawai dan lainnya yang dibentuk dalam lingkungan institusi tertentu baik pemerintah maupun swasta. Biasanya koperasi fungsional merupakan bentuk ekonomi intermediasi untuk memenuhi kebutuhan anggota, seperti swalayan, klinik, praktik dokter bersama, dan lain-lain.Koperasi fungsional seperti ini juga memiliki sifat subordinas
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.menggali konsep-konsep genuineberekonomi dari realitas masyarakat Indonesia
2.menempatkan konsep genuine berekonomi sebagai landasan utama pengembangan bisnis koperasi ala Indonesia
3.menunjukkan bukti empiris bahwa ternyata masyarakat Indonesia memang memiliki keunikan tersendiri memahami koperasi; keempat, memberikan masukan konstruktif bagi pengambil kebijakan perkoperasian dalam pengembangan koperasi ke depan.

2. KOPERASI INDONESIA: OPERASIONALISASI EKONOMI RAKYAT
Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk menjadi pola bebas dari substansi intermediasi dan dikotomi privat sphere dan publik sphere, seperti Koperasi, malah menjadi representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara tidak sadar mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, misalnya dijelaskan Mubyarto (2002) bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas rakyat Indonesia, tetapi merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.


3. CORE COMPETENCIES: JANTUNG ORGANISASI BISNIS
Strategi daya saing pasar masa depan mengharuskan para manajer puncak suatu organisasi untuk menyesuaikan kompetensi inti organisasi dan strategi serta kerja sama pengelolaan sumber daya untuk keberhasilannya.
Mudahnya, kompetensi inti atau core competencies, pertama, dalam jangka pendek memang memiliki sesuatu keunggulan yang dimiliki perusahaan disertai kemampuan produk; kedua, dalam jangka panjang dikembangkan untuk konsolidasi dengan kesamaan visi-misi organisasi yang kuat; ketiga, memerlukan kemampuan dan ketangguhan dari para penggiat organisasinya

4. METODOLOGI PENELITIAN: BEYOND STRUKTURALISM
Pengembangan bisnis koperasi dalam penelitian ini menggunakan metodologi BeyondStrukturalism, diadaptasi dari metodologi Hiperstrukturalisme yang dikembangkan Mulawarman (2006). Beyond Strukturalism memiliki dua tahapan, pertama, pengembangan metodologi, dan kedua, penerapannya berbentuk metode penelitian. Suriasumantri (1985, 328) menjelaskan bahwa metodologi penelitian adalah “pengetahuan tentang metode” yang dipergunakan dalam penelitian. Berdasarkan hal tersebut pengembangan metodologi dalam penelitian ini merupakan proses pendefinisian, penjelasan, dan pembuatan kerangka umum dari metode yang akan digunakan.
4.1. Tahap Pertama: Rumusan Umum Metodologi
Beyond Structuralism dijalankan dengan cara integrasi strukturalisme dan postrukturalisme. Strukturalisme digunakan, pertama, untuk mendalami interkoneksiunsur-unsur pembentuk realitas; kedua, mencari struktur di balik unsur-unsur maupun di balik realitas empiris pembentuk unsur; ketiga, menemukan binary opposition unsur-unsur realitas; dan keempat, menggali substansi unsur-unsur realitas secara sinkronis di lapangan pada rentang waktu yang sama (bukan diakronis/perkembangan antar waktu).
4.2. Tahap Kedua: Bentuk Metode Sebagai Turunan Metodologi
Metode penelitian menggunakan “ekstensi” Strukturalisme dan Postrukturalisme. Ekstensi merupakan perluasan keduanya agar dapat digunakan secara empiris di lapangan. Ekstensi empiris menggunakan metodologi Constructivist Structuralism(Wainwright 2000) versi Bourdieu (1977; 1989).


5. PEMBAHASAN: INTERAKSI REALITAS SINKRONIS-DIAKRONIS
Penelusuran substansi konsep diri koperasi dilakukan secara diakronis, sinkronis dan melakukan sinergi keduanya. Penelusuran diakronis yaitu melakukan pendalaman aspek antropologis pikiran ekonomi koperasi dan penerjemahannya di lapangan masa pra kemerdekaan sampai kemerdekaan (mulai awal proklamasi sampai turunnya Hatta menjadi Wapres). Penelusuran sinkronis yaitu melakukan pendalaman aspek antropologis beberapa aktivitas bisnis berkoperasi masyarakat Indonesia. Sinergi diakronis dan sinkronis dilakukan untuk menemukan titik temu sekaligus substansi konsep koperasi.
5.1. Penelusuran Diakronis Koperasi Masa Awal
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja (1896), mendirikan koperasi simpan pinjam. Selanjutnya Boedi Oetomo dan Sarekat Islam menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Perkembangan perkoperasian Indonesia masa itu menyatu dengan kekuatan sosial politik sehingga menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda mengatur dan cenderung menghalangi atau menghambat perkembangan koperasi. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”.
5.3. Sinergi Diakronis-Sinkronis: Menuju Konsep Pemberdayaan Koperasi
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan koperasi awal sampai masa kemerdekaan terlihat bahwa habitus masyarakat Indonesia dalam mengembangkan (practice) koperasi (field) didasarkan kepentingan pemberdayaan (capital). Memang perkembangan awal masih bertujuan untuk kepentingan konsumtif dan kebutuhan modal anggotanya (intermediasi). Hal ini dapat dilihat dari koperasi di Purwokerto sampai dibentuknya koperasi oleh Boedi Oetomo, SI, NU, PNI, dan lainnya. Meskipun koperasi intermediasi seperti ini akhirnya tidak berjalan lama. Tetapi setelah berjalan sekitar 20 tahun, gerakan koperasi mulai mengarah kepentingan produktif.

6. Kesimpulan
Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail merupakan substansi pengembangan koperasi sesuai realitas masyarakat Indonesia yang unik. Meskipun perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan kebijakan, regulasi, supporting movement (bukannyaintervention movement), dan strategic positioning (bukannya sub-ordinat positioning) berkenaan menumbuhkan kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting adalah menyeimbangkan kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada sinergi produktif-intermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi produktif-intermediasi-retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan. Artinya, pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi dan produk harus dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota koperasi diperlukan tetapi, soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika interaksi kekeluargaan dikedepankan.


Daftar Pusaka
Arif, Sritua. 1995. Dialektika Hubungan Ekonomi Indonesia dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. KELOLA. No. 10/IV. hal 29-42.
Bourdieu, Pieree. 1977. Outline of A Theory of Practice. Cambridge University Press.
Bourdieu, Pierre. 1989. Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Cambridge-MA: Harvard University Press.
Bourdieu, Pierre, Loic JD. Wacquant. 1992. An Invitation to Reflective Sociology. The University of Chicago Press.
Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable Living. Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1989, Strategic Intent. Harvard Business Rewiew, Vol. 67, No. 3.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1994. Competing for the Future. Harvard Business School Press
Hatta, Mohammad. 1947. Penundjuk Bagi Rakjat Dalam Hal Ekonomi: Teori dan Praktek. Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakjat. Jakarta.
Ismangil, W. Priono. 2006. Menumbuhkan Kewirausahaan Koperasi Melalui Pengembangan Unit Usaha yang Fleksibel dan Independen. Infokop. 29-XXII. Hal 72-76.
Jauhari, Hasan. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi Berkualitas. Infokop. No 28-XXII. Hal.1-9.
Masngudi. 1990. Penelitian tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Badan Penelitian Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.
Mulawarman. 2006. Menyibak Akuntansi Syari’ah. Penerbit Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Mulawarman. 2007. Melampaui Pilihan Keberpihakan: Pada UMKM atau Ekonomi Rakyat?Makalah Seminar Regional Tinjauan Kritis RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, oleh Puskopsyah BMT Wonosobo, tanggal 28 Agustus 2007.
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1990. The Core Competence of the Corporation. Harvard Business Review. May-June. pp 1-12.
Ritzer, G. 2003. Teori Sosial Postmodern. Terjemahan. Kreasi Wacana-Juxtapose. Yogyakarta.
Sarman, Rohmat. 2007. Ekonomi Kerakyatan: Introspeksi eksistensi pembangunan ekonomi? download internet 23 Agustus.
Shutt, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Terjemahan. Teraju. Jakarta.
Soetrisno, Noer. 2002. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th II No. 5 Agustus.
Soetrisno, Noer. 2003. Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan Indonesia. Jurnal Ekonomi Rakyat.
Stiglitz, Joseph E.. 2006. Dekade Keserakahan : Era 90’an dan Awal Mula Petaka Ekonomi Dunia. Terjemahan. Penerbit Marjin Kiri. Tangerang.
Sularso. 2006. Membangun Koperasi Berkualitas: Pendekatan Substansial. InfokopNomor 28-XXII. Hal 10-18.
Takwin, Bagus. 2005. Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat, Melampaui Opisisi Biner dalam Ilmu Sosial. Kata Pengantar dalam (Habitus x Modal) + Field = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Terjemahan. Jalasutra. Jogjakarta.
Tambunan, Tulus. 2007. Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia Dalam Tekanan Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia. Hasil Penelitian.Kerjasama Kadin Indonesia dan Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti. Jakarta.
Tjokroaminoto, HOS. 1950. Islam dan Socialism. Bulan Bintang. Jakarta.
Wainwright, Steven P. 2000. For Bourdieu in Realist Social Science. Cambridge Realist Workshop 10th Anniversary Reunion Conference. Cambridge, May.

Minggu, 18 Desember 2011

REVIEW JURNAL KOPERASI 20

Rayi Kinasih = 25210688
Lestari Setyawati = 24210005
Dewi Kencanawati = 21210903
Ericha Dian N. = 22210387
Syiam Noor W. = 26210798
Nihlah Adawiyah = 24210976
Dwikie Bayu Ramadhan = 22210218



KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)
Achmad H. Gopar



Abstrak

Pengembangan dan pengaturan organisasi dan managemen yang dimulai dengan mewujudkan ”aturan main” tersebut perlu terus dikembangkan sehingga terwujud suatu sistem managemen koperasi yang khas dan tepat guna.
Dari segi permodalan koperasi pedesaan masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemanfaatan modal yang tersedia agar menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin. Dalam hal pencarian sumber dana eksternal serta memobilisasikannya guna memperkuat permodalan, maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih spesifik dan terfokus. Dengan demikian tercipta suatu sistem keuangan koperasi yang mandiri. Peningkatan produktivitas permodalan dilakukan dengan meningkatkan perputaran modal yang ada. Karena hal tersebut menyebabkan frekuensi dan arus penciptaan marjin keuntungannya semakin meningkat. Peningkatan efisiensi permodalan dilakukan melalui perbaikan sistem managemen koperasi dan sistem operasional yang digunakan oleh anggota dalam mengelola aktivitas ekonominya.
Mengingat adanya beberapa peraturan/perundangan yang menata sistem keuangan, maka diperlukan upaya dari suprastruktur (terutama dari pemerintah) untuk mengembangkan sistem keuangan koperasi. Untuk itu semangat yang dikandung oleh UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang sistem keuangan koperasi perlu dikaji lebih mendalam lagi. Hasil kajian dimaksud diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan perkoperasian.
Pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui pengembangan organisasi internal dan aspek eksternal, terutama kemitraan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran koperasi di pedesaan telah dirasakan dampaknya oleh anggota. Dampak berupa kemanfaatan umumnya dirasakan melalui pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh koperasi, dinilai responden sebagai cukup baik. Sebagai misalnya adalah penjualan komoditi dengan harga yang wajar, kualitas yang memadai dan tersedia pada waktu yang diperlukan. Pelayanan koperasi dalam memberikan informasi pasar dan kepastian harga ternyata cukup bermanfaat bagi anggota. Dalam hal keperluan modal dan pinjaman ternyata juga telah dirasakan manfaatnya bagi para anggota. Terutama dalam hal kemudahan yang diperoleh anggota dalam kecepatan proses dan tingkat bunga. Pelayanan tersebut ternyata akan semakin dirasakan dengan meningkatnya partisipasi. Semakin aktif partisipasi anggota semakin besar manfaat yang dirasakan oleh anggota tersebut.
Kemanfaatan koperasi bagi anggota selain kemanfaatan langsung usaha dan kegiatan ekonomi di tingkat anggotanya, juga perlu dikembangkan lebih lanjut pengembangan kemanfaatan koperasi dari sistem patron yang ada dalam koperasi. Untuk itu diperlukan kreativitas dan model kegiatan yang menggali potensi anggota maupun non anggota. Pada akhirnya kemanfaatannya akan jatuh kepada anggota.


Point-Point

1. permodalan koperasi pedesaan masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemanfaatan modal yang tersedia agar menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin
2. Peningkatan produktivitas permodalan dilakukan dengan meningkatkan perputaran modal yang ada.
3. Pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui pengembangan organisasi internal dan aspek eksternal, terutama kemitraan.


Kesimpulan

Mengingat adanya beberapa peraturan/perundangan yang menata sistem keuangan, maka diperlukan upaya dari suprastruktur (terutama dari pemerintah) untuk mengembangkan sistem keuangan koperasi. Untuk itu semangat yang dikandung oleh UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang sistem keuangan koperasi perlu dikaji lebih mendalam lagi. Hasil kajian dimaksud diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan perkoperasian. Adanya berbagai peluang untuk pengembangan usaha sebagai konsekuensi dari berlakunya berbagai peraturan pemerintah yang sangat mendukung berkembangnya koperasi pedesaan (terutama UU Nomor 25 Tahun 1992) perlu diantisipasi oleh koperasi untuk lebih mengembangkan organisasi dan usahanya.
Sehubungan dengan hal tersebut koperasi sebagai badan usaha perlu lebih mengembangkan kegiatannya. Dampak kepada anggota akan sesuai dengan peluang yang ada dalam peraturan/perundangan. Kiat-kiat yang dapat dilaksanakan koperasi untuk meningkatkan dampak koperasi perlu ditemukenali, dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik. Dari penelitian ini setidaknya ada beberapa kiat yang dapat dilakukan oleh koperasi, antara lain adalah: (1) Meningkatkan jumlah anggota, (2) Pemupukan modal sendiri, (3) Peningkatan volume usaha, (4) Penciptaan penanggulangan tunggakan kredit, (5) Penyertaan anggota dalam proses perencanaan, (6) Penciptaan keterkaitan usaha anggota, (7) Rapat Anggota Tahunan, dan (8) Pengawasan oleh anggota.


DAFTAR PUSTAKA
Draper, N .R. and H. Smith, (1981). Applied Regresion Analysis. New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N. and H. Specht, (1977). Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks. New Jersey: Pretice-Hall, Inc..
-------------, (1992). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Comer, (1988). Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications. Chicago: The Dorsey Press.
Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

REVIEW JURNAL KOPERASI 19

  • Rayi Kinasih   (25210688)
  • Lestari Setyawati  (24210005)
  • Dewi Kencanawati   (21210903)
  • Ericha Dian N.   (22210387)
  • Syiam Noor W.   (26210798)
  • Nihlah Adawiyah (24210976)
  • Dwikie Bayu Ramadhan   (22210218)
 


ANALISA KOMPARATIF ANTARA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN KOPERASI KREDIT (KOPDIT)
Riana Panggabean



Abstrak

Ketika krisis ekonomi melanda di Indonesia, koperasi dapat bertahan dan bahkan berkembang, khususnya koperasi simpan pinjam.  Ini merupakan bukti bahwa koperasi perlu diperkuat dan dipertahankan sebagai lembaga keuangan mikro agar selalu mampu melayani anggota dan masyarakat disekitarnya.
Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995).
Selain koperasi tersebut koperasi kredit (credit union) mulai timbul di Indonesia pada tahun 1950 adalah koperasi yang mempunyai kegiatan simpan pinjam sama dengan KSP/USP yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM tersebut.
Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah (1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, (2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, (3) Partisipasi ekonomi anggota, (4) Otonomi dan kebebasan, (5) Pendidikan dan pelatihan serta informasi, (6) Kerjasama antar koperasi dan (7) Kepedulian terhadap komunitas (Internasional Co-operative Alliance/ICA).
Menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian disampaikan bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi.


Point-Point

1. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelakanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
2. Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995).
3. Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain.


Kesimpulan

Dari penjelasan diatas kesimpulan kajian ini adalah:
1). Ada perbedaan antara KSP dan kopdit dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip koperasi, Perbedaannya terletak pada: (a) Penetapan persyaratan anggota pada prinsip koperasi pertama, (b) Pelaksanaan pendidikan pada prinsip koperasi kelima, (c) Kerjasama horizontal, vertikal dan pelaksanaan interlending pada prinsip ke-6 dan; (d) Kewajiban membayar pajak pada prinsip koperasi ke-7.
2). Penyebab kopdit lebih baik mengimplementasikan prinsip koperasi: (a) Anggota adalah pemilik koperasi yang perlu dilayani dengan sebaik-baiknya, (b) Pendidikan adalah suatu sarana meningkatkan kemampuan dan motivasi berkoperasi, (c) Kerjasama antar kopdit merupakan wahana saling membantu antar kopdit dan sumber peningkatan usaha dalam meningkatkan pelayanan kepada anggota, (d) Kopdit memiliki standar operasional pembinaan yang jelas.


DAFTAR PUSTAKA
-------------------, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Koperasi. Jakarta.
------------------, (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 9Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil, dan Menengah Republik Indonesia. Jakarta.
Duwi Pryanto, (2008). Mandiri Belajar SPSS. Media Kom. Yogyakarta.
International Co-operative Alliance, (2001). Jatidiri Koperasi. ICA Co-operative Identity Statement Prinsip-prinsip Koperasi Untuk Abad Ke-21 Terjemahan Pengantar Ibnoe Soedjono. LSP2I.
Muhammad Yunus, (2007). Bank Kaum Miskin. Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan).

REVIEW JURNAL KOPERASI 18

Dewi Kencanawati (21210903)
• Rayi Kinasih (25210688)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)



PENELITIAN DAMPAK KEBERADAAN PASAR MODERN
(SUPERMARKET DAN HYPERMARKET)
TERHADAP USAHA RITEL
KOPERASI/WASERDA DAN PASAR TRADISIONAL


REVIEW JURNAL


Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengidentifikasi posisi pasar tradisional dan modern pasar dari aspek kelembagaan dan peraturan yang ada, (2) untuk mengetahui dampak keberadaan pasar modern untuk bisnis ritel dikelola oleh koperasi, tradisional pasar dan usaha kecil dan menengah dan (3) menyusun konsep pada pemberdayaan usaha ritel yang diterapkan oleh koperasi, pasar tradisional dan kecil dan perusahaan menengah.
Masalah utama dari penelitian ini adalah (1) posisi pasar tradisional dan modern
pasar dilihat dari aspek institusional dan peraturan yang ada, (2) dampak
keberadaan pasar modern untuk bisnis ritel dikelola oleh koperasi, tradisional
pasar dan usaha kecil dan menengah dilihat dalam aspek volume usaha, menjual
Harga nomor pekerja, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan untuk belanja dan (3) konsep untuk memberdayakan bisnis ritel yang diterapkan oleh koperasi, pasar tradisional dan kecil dan menengah dampak perusahaan terhadap volume bisnis pasar tradisional.
Antara sebelum dan setelah adanya modern sangat berbeda, di mana bisnis
volume pasar tradisional lebih tinggi sebelum adanya pasar modern, sementara
variabel harga jual dan jumlah pekerja hanya sedikit perbedaan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) keberadaan pasar modern telah shreatened
pasar tradisional di mana, telah dikembangkan oleh 31,4% (AC Nielsen) dan telah mengembangkan negatif sebesar 8%, (2) bisnis volume pasar tradisional mengalami penurunan karena keberadaan pasar modern. Tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah pekerja dan harga jual komoditas dan (3) keputusan untuk berbelanja di pasar modern sangat dipengaruhi oleh faktor: kenyamanan, sanitasi, ketersediaan fasilitas lainnya, dan konsumen keputusan untuk berbelanja di pasar tradisional sangat dipengaruhi oleh jarak dan belanja kebiasaan.

Point-Point
Latar Belakang
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta, ditambah kunjungan wisatawan manca negara sekitar 5 juta per tahun merupakan pasar yang empuk
bagi peritel nasional maupun peritel asing. Memang banyaknya jumlah
penduduk merupakan faktor utama berhasil tidaknya pasar ritel.
Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :
(1) Mengidentifikasi posisi pasar tradisional dan pasar modern (supermarket
dan hypermarket) dari aspek kelembagaan dan peraturan perundangundangan
yang berlaku;
(2) Mengetahui dampak kehadiran pasar modern (supermarket dan
hypermarket) terhadap usaha ritel yang dikelola oleh koperasi/waserda,
pasar tradisional, dan PKM;
(3) Menyusun suatu konsep pemberdayaan usaha perdagangan ritel yang
dapat diterapkan koperasi/waserda, pasar tradisional, dan PKM.
b. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk :
(1) Mengetahui kondisi atau potret pasar modern, waserda koperasi dan
pasar tradisonal.
(2) Mengevaluasi dan mendistribusikan dampak keberadaan pasar modern.
(3) Menyusun konsep pengembangan waserda koperasi dalam mengelola
usaha ritel, dikaitkan dengan keberadaan pasar modern dan pasar tradisional.
Pengertian Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Selanjutnya Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar
yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan
perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan
yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah
ke atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store,
shopping centre, waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba
ada dan sebagainya. Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang
beragam. Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga
menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang
relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat
sehingga barang yang rijek/tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak.
Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di
gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang
pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis sebagaimana diuraikan di atas, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
(1) Beberapa kebijakan Pemerintah telah dikeluarkan untuk menata pengelolaan perpasaran, baik pasar modern maupun pasar tradisional.
Implementasi kebijakan ini menuntut komitmen lebih besar agar dapat dilaksanakan secara konsisten.
(2) Secara makro, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pasar modern telah mengancam eksistensi pasar tradisional. Fakta ini antara lain diungkap dalam penelitian AC Nielson yang menyatakan bahwa pasar modern telah tumbuh sebesar 31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar
tradisional telah tumbuh secara negatif sebesar 8%. Berdasarkan kenyataan ini maka pasar tradisional akan habis dalam kurun waktu sekitar 12 tahun yang akan datang, sehingga perlu adanya langkah preventif untuk menjaga kelangsungan pasar tradisional termasuk kelangsungan usaha
perdagangan (ritel) yang dikelola oleh koperasi dan UKM.
(3) Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak keberadaan pasar modern terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omzet penjualan. Dengan menggunakan uji beda pada taraf signifikansi a = 0,05, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 3 variabel yang diteliti, variabel
omzet penjualan pasar tradisional menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah hadirnya pasar modern dimana omzet setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu jumlah tenaga kerja dan hargajual barang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Daftar Pustaka

Nielson, C. 2003. Modern Supermarket (Terjemahan AW Mulyana). Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Sinaga, Pariaman. 2004. Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementerian
Koperasi dan UKM. Jakarta : Tidak Diterbitkan.
(Footnotes)
1 Hasil penelitian kerjasama antara Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,
Kementerian Koperasi dan UKM dengan PT Solusi Di
namika Manajemen, tahun 2005
2 Bekerja pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

REVIEW JURNAL KOPERASI 17

• Dewi Kencanawati (21210903)
• Rayi Kinasih (25210688)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)



KEDUDUKAN DAN KIPRAH KOPERASI DALAM MENDUKUNG
PEMBERDAYAAN UMKM
Slamet Subandi


Abstrak

Unability koperasi menjadi solusi institusi andalan UKM pemberdayaan bukan karena konsep dasar yang salah lembaga koperasi tapi itu karena pendekatan pembangunan yang secara langsung dipengaruhi oleh politik
kebijakan dan ekonomi dunia. Globalisasi merupakan salah satu faktor yang harus
mendorong pengembangan koperasi (itu adalah sebuah tantangan sehingga kelompokUKM untuk bersatu dalam rangka meningkatkan skala usaha dan efisiensi) ,namun yangkecenderungan menjadi kendala untuk keberlanjutan pengembangan koperasi.
Solusi yang diperlukan untuk memberdayakan koperasi komitmen yang kuat dan nyata dengan revitalisasi koperasi dan penegakan kegiatan pembiayaan.
Alternatif dalam memurnikan institusi koperasi dapat dilakukan dengan cara: 1).
Meningkatkan dan menyelesaikan hukum koperasi (mempercepat ratifikasi koperasi
RUU); 2). Memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kepada dewan direksikoperasi, manajer dan metode sehingga mereka benar-benar mengetahui dan mengerti tentangkoperasi benar-benar dan sungguh-sungguh; 3). Yang tepat, terarah, terencana dan berkesinambungan
sosialisasi / promosi melalui media; 4). Menyiapkan standar yang sesuai dan
metode subjek koperasi untuk mendukung kader koperasi terbentuk di dasar,
pendidikan menengah dan tinggi; e). Memberikan sebagian besar promosi dan tanggung jawab pada koperasi pembangunan untuk gerakan koperasi itu sendiri.


Point-Point

Pendahuluan
Sesuai dengan devinisi negara, tujuan bernegara dan ketentuan-ketentuan
adanya suatu negara, maka perhatian pemerintah terhadap kehidupan rakyatnya
sangat diperlukan, karena rakyat merupakan salah satu komponen berdirinya
suatu Negara. Bagi Indonesia, rakyat bukan hanya sebagai indikator keberadaan
negara, tetapi juga merupakan penegak kedaulatan yang menduduki tempat paling
tinggi dalam konstitusi. (UUD 1945). Keinginan untuk mensejahterakan semua
rakyat juga merupakan amanat konstitusi dan oleh karena sebagian besar (87,4%)
rakyat Indonesia adalah kelompok usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah
(UMKM), maka pemberdayaan ekonomi rakyat dapat diidentikkan dengan
pemberdayaan UMKM.
Keinginan menciptakan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat dalam
bentuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui perkuatan UMKM sudah
diikrarkan sejak awal masa kemerdekaan dan untuk itu telah dilakukan berbagai
program pembangunan, walaupun sampai sekarang ini masih ada sekelompok
masyarakat yang tergolong miskin. Belum optimalnya keberhasilan pembangunan
ekonomi dari rezim ke rezim yang lain nampaknya tidak terlepas dari konsepsi
dasar pembangunan yang belum sepenuhnya mengutamakan kepentingan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator dari kondisi tersebut antara lain terlihat
dari semakin menyurutnya peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi,
bahkan sebagian ekonom sekarang malah mempertanyakan apakah koperasi
merupakan alternatif kelembagaan uuntuk memberdayakan UMKM, atau hanya
merupakan salah satu solusi. Timbulnya pertanyaan tersebut dari satu sisi terlihat
wajar-wajar saja karena banyak kegiatan-kegiatan yang jika dilakukan oleh
koperasi tidak berhasil (keberhasilannya lebih kecil dibandingakan jika
dilaksanakan oleh pihak-pihak lain). Pertanyaan terlihat janggal, memperhatikan
bahwa keberadaan dan kiprah koperasi merupakan penjabaran dari ekonomi
kekeluargaan yang secara tegas telah dinyatakan dalam UUD 1945.
Memang banyak kegiatan yang dilakukan oleh koperasi belum mencapai
keberhasilan seperti yang dilakukan oleh badan usaha lainnya, tetapi dalam hal ini
perlu dipertimbangkan juga banyaknya faktor yang dapat mendorong atau
menghambat kegiatan usaha koperasi, Faktor-faktor tersebut antara lain, sebagian
pengelola koperasi belum memiliki kepekaan bisnis (sense of bisnis), karena pada
awalnya mereka memang bukan orang-orang profesional. Demikian juga jaringan
bisnis koperasi dapat dikatakan hampir tidak berperan, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan ekonomi dan profesionalisme. Demikian
juga faktor lingkungan (eksternal) yang berkaitan dengan masalah kebijaksanaan
pemerintah, serta lingkungan usaha ekonomi yang dibangun oleh banyak pelaku
usaha lainnya, tidak dapat diharapkan berperan untuk mendukung keberhasilan
koperasi.
Faktor lain yang menyebabkan tidak konsistennya penilaian terhadap
keberhasilan pembangunan koperasi adalah “Belum adanya standar baku tentang
indikator keberhasilan koperasi, sehingga orang menilai koperasi dari indikator
yang dibangunnya sendiri. Selanjutnya kajian mungkin harus diarahkan pada faktor yang
mempengaruhi keberhasilan koperasi terutama yang terkait dengan hubungan
koperasi dan anggotanya sebagai modal utama koperasi antara lain ; Faktor
perekat. Dalam suatu koperasi faktor perekat yang sangat mendasar adalah
kesamaan (homogenitas) kepentingan ekonomi dari para anggotanya. Signifikansi
faktor ini tergambar jelas diperhatikan adanya fenomena bahwa seorang anggota
yang telah berhasil dalam usahanya cenderung akan meninggalkan koperasi
walaupun sebelumnya keberhasilan orang tersebut didukung sepenuhnya oleh
koperasi. Orang tersebut malah merasa tidak memerlukan koperasi lagi.
Peningkatan kemampuan menyebabkan orang berubah kepentingannya maka
orang tersebut dapat pindah ke koperasi lain, yang dapat memenuhi
kepentingannya. Dengan kata lain faktor homogenitas kepentingan anggota
merupakan kata kunci dalam membangun koperasi.
Anggaran Dasar (AD) koperasi merupakan cerminan dari kepentingan
anggota. Tetapi sekarang AD diseragamkan (oleh instansi pemerintah), yang
berarti menyeragamkan kepentingan anggota. Hal ini dimaksudkan agar AD yang
disusun sesuai dengan peraturan. Tetapi perlu diingat bahwa perlakuan tersebut
merupakan kesalahan, oleh sebab itu harus diperbaiki. Disini pihak yang
berwenang boleh saja menjadi konsultan dalam penyusunan AD, tetapi sebagai
konsultan yang harus mampu melihat kepentingan anggota dari suatu koperasi
yang akan dibentuk.
Tidak ada penugasan khusus kepada instansi pemerintah sebagai pembina
untuk menjadikan koperasi sebagai sebuah sistem. Kenyataan juga koperasi
sering dipilih tetapi kerap kali menjadi pilihan yang tidak tepat. Pada akhirnya
koperasi selalu di identikan sebagai badan usaha yang marginal. Perkembangan
koperasi mengalami pasang surut sesuai dengan intensitas pembinaan yang
dipengaruhi oleh banyak aspek. Pada akhirnya timbul pertanyaan mengapa
sampai sekarang peran dan kiprah koperasi di Indonesia sulit dikembangkan.
Asas dan Prinsip koperasi
Pembangunan atau pemberdayaan koperasi idealnya harus dimulai
dengan memperhatikan asas dan prinsip-prinsip koperasi. Asas gotong
royong dan kekeluargaan yang dianut oleh koperasi sudah secara tegas
dinyatakan dalam amanat konstitusi. Sedangkan prinsip-prinsip dasar
koperasi sebagian besar sudah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Indonesia sekarang ini (yang diwarnai dengan ketimpangan
dan banyaknya jumlah orang miskin dan pengangguran).
1). Pengertian koperasi
(1). Dalam ILO recommendation nomor 127 pasal 12 (1) dirumuskan
bahwa koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang
berkumpul secara sukarela untuk berusaha bersama mencapai
tujuan bersama melalui organisasi yang dikontrol secara
demokratis, bersama-sama berkontribusi sejumlah uang dalam
membentuk modal yang diperlukan untuk mencapai tujuan
bersama tersebut dan bersedia turut bertanggung jawab
menanggung resiko dari kegiatan tersebut, turut menikmati
manfaat usaha bersama tersebut, sesuai dengan kontribusi
permodalan yang diberikan orang-orang tersebut, kemudian
orang-orang tersebut secara bersama-sama dan langsung turut
memanfaatkan organisasi tadi.
(2). Menurut Internasional Cooperative Allience (ICA)
Koperasi adalah perkumpulan dari orang-orang yang bersatu
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama, melalui
perusahaan yang mereka milik bersama dan mereka kendalikan
secara demokratis,
(3). Menurut Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 (Pasal 1 ayat 1)
koperasi adalah Badan usaha yang beranggotaan orang-orang
yang berkumpul secara sukarela (pasal 5 ayat I a.) untuk
mencapai kesejahteraaan (pasal 3) memodali bersama (pasal 4.1)
dikontrol secara demokratis (pasal 5 ayat b) orang-orang itu
disebut pemilik danpangguna jasa koperasi yang bersangkutan
(pasal 17 ayat 1)
(4). Dari berbagai pengertian koperasi Ibnu Soedjono (2000), salah
seorang pakar koperasi yang pemikiran-pemikirannya perlu
dipahami mendefinisikan koperasi sebagai: koperasi adalah
perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara
sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasiaspirasi
ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan
yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara
demokratis.
2). Nilai- Nilai koperasi
Nilai-nilai dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting yang
membedakan koperasi dengan badan usaha ekonomi lainnya, karena
dalam nilai-nilai koperasi terkandung unsur moral dan etika yang tidak
semua dimiliki oleh badan usaha ekonomi lainnya, Dalam hal ini Ibnu
Soedjono berpendapat bahwa, koperasi-Koperasi berdasarkan nilainilai
menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokrasi,
persaingan, keadilan dan kesetiakawanan. Mengikuti tradisi para
pendirinya, anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etis, dari
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian
terhadap orang lain.
Prinsip menolong diri sendiri (sel-help) percaya pada diri sendiri
(self-reliance) dan kebersamaam (cooperation) Dalam lembaga
koperasi akan dapat melahirkan efek sinergis. Efek ini akan menjadi
suatu kekuatan yang sangat ampuh bagi koperasi untuk mampu
bersaing dengan lembaga ekonomi lainnya, apabila para anggota
koperasi mengoptimalkan partisipasinya, baik partisipasi sebagai
pemilik maupun partisipasi sebagai pemakai.
3). Prinsip-prinsip koperasi
ICA (1999) merumuskan prinsip-prinsip koperasi adalah :
Pertama : Koperasi adalah perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua
orang yang mampu menggunakan jasa-jasa perkumpulan dan
bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa
diskriminasi gender, sosial, rasial, politik dan agama.
Kedua : koperasi adalah perkumpulan demokratis, dikendalikan oleh
para anggotanya yang secara akfif berpartisipasi dalam
penetapan kebijakan-kebijakan perkumpulan dan mengambil
keputusan-keputusan
Ketiga : Anggota koperasi menyumbang secara adil dan
mengendalikan secara demokratis, modal dari koperasi
mereka
Keempat : Koperasi bersifat otonom, merupakan perkumpulan yang
menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh
anggota-anggotanya
Kelima : Koperasi menyelenggarakan pendidikan bagi anggotanya,
para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, agar mereka
dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi
perkembangan koperasi
Keenam : Koperasi dapat memberikan pelayanan paling efektif kepada
para ngggotanya dan memperkuat gerakan koperasi dengan
cara kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional, dan
internasional
Ketujuh : Koperasi bekerja bagi pembangunan yang berkesinambungan
dari komunitas mereka melalui kebijakan yang disetujui
anggotanya.
4). Keanggotaan koperasi
Berdasarkan pengertian koperasi yang dikemukakan oleh ICA di atas
maka : "Anggota koperasi adalah orang-orang yang berkumpul, bersatu
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama, melalui
perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara
demokratis”.
Dalam suatu organisasi yang memiliki karakteristik suatu
kelembagaan seperti koperasi, dipihak yang satu keberadaan anggota
adalah sebagai pernilik berkewajiban memberikan konstribusi pada
organisasinya. Dipihak yang lain anggota sebagai pemakai mempunyai
hak untuk memperoleh insentif atau manfaat dari organisasi koperasi.
Dengan kedua fungsi tersebut, anggota koperasi mempunyai kedudukan
sentral dalam koperasi sebagai suatu kelembagaan ekonomi. Dilihat dari
pengertian dasar, sifat, ciri keanggotaan, dan hak, serta kewajiban
anggota dalam organisasi koperasi, makai kedudukan anggota dapat
diuraikan menjadi :
(1). Pemilik, pemakai, sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
organisasi koperasi (melalui Rapat Anggota Tahunan).
(2). Orang-orang yang mempunyai kesepakatan berdasarkan
kesadaran rasional dan utuh yang secara bersama-sama memenuhi
kepentingan ekonomi dan sosial mereka, baik sebagai konsumen,
sebagai produsen, maupun sebagai anggota masyarakat yang hidup
dan berinteraksi dalam suatu komunal.
(3). Keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka untuk setiap warga
negara yang memenuhi persyaratan-persyaratan spesifikasi
koperasinya
(4). Keanggotaannya melekat pada diri pribadi orang-orangnya;
a. memiliki rasa senasib dalam upaya memenuhi kepentingan
ekonomi dan sosialnya,
b. memiliki keyakinan bahwa hanya dengan bergabung
bersama-sama maka kepentingan ekonomi dan sosialnya secara
bersama-sama akan dapat diselesaikan.
c. memiliki kesamaan dalam jenis kepentingan ekonominya.
(5). Keanggotaan koperasi merupakan keputusan berdasarkan tingkat
kesadaran rasional dari orang-orang yang ; a) merasa cocok bila
mereka melakukan kegiatan tolong-menolong khususnya dalam
bidang ekonomi, b) merasa kuat bila mereka bersatu menjadi
anggota Koperasi, dan c) merasa tidak perlu bersaing dengan
kegiatan usaha koperasinya.
5). Organisasi dan koperasi
Organisasi sering diartikan sebagai interaksi dan kerja sama
antara dua orang/pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu, di
dalam sebuah perusahaan, kerja sama ini mutlak diperlukan karena
kegiatan dalam perusahaan sangat kompleks, beraneka ragam, dan saling
terkait antara yang satu dan yang lain. Kerja sama ini tidak terbatas antar
karyawan di dalam perusahaan tetapi juga dengan berbagai pihak di luar
perusahaan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
Organisasi koperasi dibentuk atas dasar kepentingan dan
kesepakatan anggota pendirinya dan mempunyai tujuan utama untuk
lebih mensejahterakan anggotanya. Sistem kontribusi insentif sangat
relevan dalam suatu organisasi koperasi. Sistem tersebut dapat
menjamin eksistensi koperasi dan sekaligus merangsang anggota untuk
lebih berpartisipasi secara aktif. Dalam pembicaraan mengenai
organisasi di masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, kiranya lebih
dulu perlu dipahami bahwa basis terendah dalam kehidupan pedesaan
adalah "desa", atau kampung dusun-dusun kecil yang penduduknya
hidup berkelompok dengan keterikatan/ketergantungan antar individu
yang sangat erat. Komunitas penduduk berlangsung dalam rangka
membangun kehidupan yang pada awalnya bersifat subsistem. Meskipun
demikian (pola hidup subsistem), kaitan pemasaran sudah ada dengan
daerah urban yang lebih modern. Dalam hal ini yang dikenal sebagai
pedesaan adalah kumpulan rumah tangga petani yang secara tradisional
mengambil keputusan-keputusan produksi, konsumsi, dan investasi. Di
sektor perkotaan kegiatan yang sama dilakukan oleh lembaga
perusahaan dan rumah tangga secara terpisah dengan tujuan
memaksimumkan penghasilan perusahaan. Oleh sebab itu yang
diperlukan adalah aktualisasi dari prinsip-prinsip tersebut sebagai
berikut :
(1). Kelompok koperasi (Cooperative Groups); Bahwa koperasi adalah
kelompok orang yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
sama yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi secara
berkelompok dengan harapan akan memperbesar skala ekonomi
mereka yang berdampak akhir pada meningkatnya efisien dari
kegiatan (jual-beli) yang dilakukannya bersama-sama.
(2). Menolong diri sendiri (Self Help Organization); Bahwa dengan
berkelompok mereka akan menjadi lebih besar dan lebih kuat
posisinya dalam pasar, sehingga mereka dapat menolong diri
sendiri.
(3). Perusahaan koperasi (Cooperative Enterprises) dan; Bahwa
koperasi merupakan perusahan yang jika dalam kegiatan usahanya
mendapatkan nilai lebih maka kelebihan yang diterima dapat
dikembalikan lagi kepada anggotanya dan atau dapat dijadikan
tambahan modal usaha serta investasi.
(4). Meningkatkan keuntungan ekonomi anggotanya (member
promotion): Tujuan berkoperasi adalah kebersamaan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dengan memperbesar skala ekonomi
(economic of scale) , mengurangi resiko usaha (down sizing) dan
kontribusi insentif (incentive contribution).
Dari prinsip dan tujuan koperasi tersebut, selama ini baru sangat
sedikit yang dapat diakomendir oleh gerakan koperasi, bahkan
sebaliknya ada unsur-unsur yang sama sekali belum dapat dilaksanakan
seperti menolong diri sendiri dan efisiensi biaya. Kondisi yang demikian
sering dikaitkan dengan kondisi ekonomi anggota koperasi yang ratarata
terbilang miskin (dibawah pendapatan rata-rata nasional) dan arah
pembinaan pemerintah yang lebih pada pembangunan usaha
ketimbangan pengkaderan koperasi.
Buruknya kinerja koperasi ternyata diperparah oleh kurang
baiknya kinerja pembina. Kondisi seperti ini sebenarnya sudah diketahui
sejak era orde baru, yang diduga terkait erat dengan pendekatan, strategi
dan pola pembinaan serta kualitas SDM pembina. Dalam hal ini
Nasution 1990 dalam desertasinya mengatakan bahwa kunjungan
pembina membawa dampak negatif bagi kenerja koperasi (KUD), yang
diindikasikan dari semakin banyak kunjungan pembina ke suatu KUD
maka akan semakin cepat KUD tersebut mengalami penurunan
kinerjanya. Perbaikan konsepsi pembinaan ternyata sampai sekarang ini
belum banyak mendapat perhatian dari pemerintah dan hal ini diduga
terkait dengan komitmen politik untuk memberdayakan koperasi yang
cukup kuat, sehingga pembenahan permasalahan tersebut belum
mendapat respon yang significant dari Pemerintah.
Permasalahan diatas nampaknya juga terkait dengan masalahmasalah
internal koperasi yang belum terselesaikan antara laian; a)
proses penyempurnaan RUU Perkoperasian yang sudah tersendat hampir
4 tahun; b) Pergantian Pengurus Dewan koperasi Indonesia (DEKOPIN)
yang berakhir kisruh sehingga gerakan koperasi pecah menjadi beberapa