Minggu, 01 Januari 2012

REVIEW JURNAL KOPERASI 30

• Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)

 Judul :  STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI
Sumber : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1). Menganalisis kemampuan dan partisipasi perempuan dalam mengembangkan Usaha Kecil & Menengah (UKM) & Co-operative 2). Mengidentifikasi  mendorong dan faktor penghambat partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Co-operative 3). Memperoleh alternatif lain untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Koperasi. Studi ini diselenggarakan di 5 (lima) propinsi, mereka berada di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, menggunakan perspektif jender survei metode, pengolahan data dengan tabulasi dan analisis data telah dilakukan oleh reflektif-deskriptif. Dari penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa sebagai pelaku UKM, wanita berperan sebagai sebagai pelaku bisnis atau sebagai pemilik, sebagai manajer atau bahkan tenaga kerja. Oleh karena itu wanita kebanyakan keberhasilan dalam berhubungan dengan keuangan, industri kerajinan, dan industri pengolahan. Karena itu, sebagian besar koperasi yang dikelola oleh wanita adalah tabungan dan pinjaman dalam kegiatan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa wanita berhasil dalam UKM & Koperasi pembangunan terlihat dari kinerja beberapa Perempuan Co-Operasi di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, baik ditunjukkan oleh organisasinya aspek yang jumlah dan pertumbuhan dari anggotanya, bekerja kinerja yang adalah nilai dan pertumbuhan modal sendiri, modal eksternal, omset, dan mencapai keuntungan. Volume usaha (VU) atau omset koperasi sampling yang
telah mencapai Rp 2,6 miliar sampai lebih dari Rp 35 miliar per tahun telah memberikan multiplier effect dan juga memiliki peran besar dalam mengembangkan usaha kecil dan mikro di wilayah tersebut, karena sebagian besar koperasi?? perputaran modal kerja pinjaman pada usaha kecil dan mikro. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perempuan cukup berhasil sebagai pelaku atau mengembangkan UKM & Koperasi, yang berhasil disebabkan karena wanita memiliki persaingan, keterampilan, pemasaran, pemanfaatan sumber koperasi, dan self citra aspek itu adalah ketulusan, tanggung jawab, disiplin. Untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Koperasi, maka dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan pelatihan dan pendidikan, praktek kerja, studi membandingkan, dan lain-lain

I. PENDAHULUAN
   1.1 Latar Belakang

            Hampir setiap hari, semua media melaporkan kondisi krisis ekonomi yang tak kunjung membaik. Tingkat kesehatan perbankan, dan upaya pemulihan sektor riil seolah tak ada hasilnya, PHK dan pengangguran bertambah. Karena krisis suami sebagai kepala rumah tangga menjadi pengangguran tak kentara dan kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan tak mungkin dihentikan, memaksa para istri yang semula hanya sebagai ibu  rumah tangga mulai berperan di berbagai bidang usaha.
Wanita potensial untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga, dan lebih luas lagi ekonomi nasional, apalagi potensi tersebut menyebar di berbagai bidang maupun sektor. Dengan potensi tersebut wanita potensial berperan aktif dalam proses recovery ekonomi yang  masih diselimuti berbagai permasalahan ini. Dalam kondisi demikian kajian dengan tema “wanita dan pengembangan usaha” relevan untuk dibicarakan, khususnya dalam upaya menyiasati pemulihan ekonomi serta meningkatkan kemandirian dan kemampuan wanita

1.2 Perumusan Masalah
            Wanita memiliki berbagai kelebihan seperti keuletan, etos kerja yang tinggi, juga memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat peran serta dan partisipasinya dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam guna memperoleh gambaran secara persis kemampuan dan peran serta wanita dalam kegiatan pengembangan usaha, yaitu :
1)sampai seberapa jauh kompetensi dan peran wanita dalam berbagai kegiatan atau bidang usaha,
2)kenapa mereka berhasil di suatu jenis usaha tertentu dan kenapa mereka selalu gagal dalam bidang usaha lainnya,
3)sampai sejauh mana wanita memiliki kelebihan dan kelemahan dalam melakukan pengembangan usaha, serta
4)bagaimana pengembangan kemampuan dan peran serta mereka dalam pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi.

1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
1) Menganalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan UKMK
2)Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam    pengembangan UKMK
3)Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peran serta wanita dalam pengembangan UKMK

II. KERANGKA PEMIKIRAN
GBHN 1999 antara lain mengamanatkan perlunya meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah.
Istilah wiraswasta sebelumnya lebih sering dipakai daripada wirausaha sebagai padanan kata intrepreneur , berasal dari wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang , dan swa berarti sendiri dan ta berarti berdiri, sehingga swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuan sendiri. Dengan demikian wiraswasta/wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan paantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat/jiwa kewirausahaan, yaitu berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Untuk melihat hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi /UKM, baik kinerja kelembagaan maupun usahanya. Dengan menganggap faktor luar tidak berpengaruh, maka bila pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja usahanya akan baik. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dicari faktor-faktor dominan atau kelebihan-kelebihan yang kebanyakan dimiliki wanita yang menyebabkan wanita berhasil, dan diidentifikasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki wanita yang biasanya akan menjadi penghambat keberhasilannya, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Untuk meningkatkan kemampuan wanita tersebut,maka perlu diidentifikasi kebutuhan peningkatan pengetahuan dan ketrampilannya.

III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
Studi ini dilaksanakan di lima propinsi yaitu : Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
3.2 Metode Penelitian dan Analisis Data
     3.2.1 Metode Studi
            Teknik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi, pengamatan  langsung di lapang, dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan kegiatan.
    3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data
            Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan  analisa data dilakukan secara diskriftif reflektif.

3.3 Ruang Lingkup
            Aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi kompetensi wanita dalam pengembangan usaha atau kewirausahaan.
- Identifikasi peran serta wanita dalam berbagai kegiatan usaha dari berbagai sector usaha, kelompok usaha bersama (KUB), koperasi wanita atau koperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
- Identifikasi kinerja KUB wanita, kegiatan usaha wanita diberbagai jenis usaha, sosiasi usaha, pendampingan usaha, koperasi wanita atau koperasi.
- Identifikasi faktor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam pengembangan kegiatan usaha.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
      4.1 Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sampel
            Kegiatan usaha pokok koperasi sampel adalah simpan pinjam, sedang kegiatan usaha lain yang ditangani antara lain KCK, toko/ waserda, kantin/ catering, wartel/ kiospon, kredit barang dan konveksi. Pengurus Koperasi sample berjumlah 3 sampai 6 orang , 5 Koperasi 5 Koperasi (50%)  telah memiliki manager dengan pendidikan SLTA (3 kop: K1, K2 Jabar dan K1 Sulsel), dan S1 (2 Kopwan Jatim).
      4.2 Kinerja UKM contoh lima propinsi
            Usaha kecil wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini 22 UK  yaitu Jatim 2 UK, Jabar 6 UK, Kalbar 3 UK, dua diantaranya adalah KUB, Sulsel 7 UK diantaranya 2 KUB dan Sumbar 4 UK, Kebanyakan UKM contoh telah memulai usahanya sejak t\ahun 1990an atau berumur 5-10 tahun yaitu sebanyak 16 UK, tahun 1980 an atau berumur 15-20 tahun 5 UK dan satu UK telah berumur 30 tahun.
      4.3 Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
            Keberhasilan wanita ditunjang dari kelebihan-kelebihan wanita  yang merupakan faktor dominan terhadap keberhasilannya sebagai pelaku usaha .
    4.4 Permasalahan Yang Dihadapi dan Kiat Yang Dilakukan Koperasi atau UKM Dalam      Pengembangan Usahanya
            Permasalahan-permasalahan yang dihadapi UKM maupun koperasi yang dapat pula mempengaruhi kinerjanya antara lain  kurang modal, lemahnya SDM, kurang sarana/ prasarana, sulitnya akses ke perbankan, kurang menguasai pasar, dan kurang menguasai penggunaan teknologi.
      4.5 Alasan Mengapa Wanita Berkiprah Di Koperasi atau UKM
            Banyaknya motivasi wanita melakukan usaha karena ingin mengurangi pengangguran atau menciptakan lapangan usaha, menunjukkan adanya kesadaran dari wanita atas kondisi pengangguran  yang semakin meningkat, adanya kesadaran dari wanita untuk menciptakan pekerjaan bukan mencari pekerjaan dan memperbaiki ekonomi untuk diri sendiri, keluarga dan negara.
     4.6 Pemanfaatan Teknologi Dan Pemikiran Diversifikasi Usaha
Teknologi sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan usaha, baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun kuantitas karena dengan teknologi pekerjaan berjalan secara otomatis akan mempersingkat waktu, mungkin bisa menekan biaya, dan meningkatkan kualitas produk.
    4.7 Hubungan Kerja Antara Pimpinan/ Pelaku Usaha Dengan Bawahan/Sejawat dan Mitra Usaha
            Hubungan kerja pimpinan/ pelaku usaha dengan anak buah/ staf/ manajer atau dengan  sejawat seperti dalam koperasi dengan Badan Pengawas hampir seluruhnya menyatakan tidak ada kesulitan. Kendala hubungan dengan mitra usaha kebanyakan yang banyak diperlukan adalah kemitraan dengan BUMN atau BUMS belum jalan, pembayaran tidak tepat waktu, kesulitan dalam penagihan cicilan pada anggota, dan lain sebagainya.
     4.8 Kebutuhan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
            Dalam hal peningkatan ketrampilan, yang banyak dibutuhkan oleh pelaku usaha wanita adalah mengenai peningkatan ketrampilan manajerial, memasarkan produk, penggunaan teknologi dan sumber daya masing-masing, kemudian melakukan inovasi sesuai dengan kegiatan usahanya, dan memproduksi barang dan jasa.
     4.9 Persepsi Terhadap Citra Diri Dan Kompetensi Pelaku Usaha
            Sebagian besar pimpinan atau pelaku usaha kecil dan pengurus koperasi wanita kepemimpinannya bersifat partisipatif yaitu dalam mengambil keputusan meminta pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah dan sebagian kecil kepemimpinannya bersifat semi partisipatif yaitu dalam pengambilan keputusan mendengarkan pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah meskipun keputusan tetap ditangani pimpinan sendiri.

V.    KESIMPULAN DAN SARAN
        5.1. Kesimpulan
            Dalam kegiatan  UKM, wanita  berperan sebagai pelaku usaha atau sebagai manager ataupun tenaga kerja. Dalam kegiatan koperasi, wanita dapat berperan sebagai anggota, pengurus, pengawas, manager, pembina ataupun pendamping usaha. Peran serta wanita dalam berbagai sektor, namun sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki wanita. Koperasi yang dikelola wanita, dapat diketegorikan koperasi kecil, sedang, besar dan sangat besar  dilihat dari kelembagaan khususnya jumlah anggota dan tenaga kerjanya,  kinerja usahanya dan hampir maupun semuanya berjalan cukup baik
Koperasi/UKM masih menghadapi permasalahan-permasalahan dalam mengembangkan usahanya, seperti kurang modal, lemahnya SDM, kurang menguasai teknologi/pasar  mempengaruhi kinerja usaha, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut perlu dicarikan pemecahan secara terpadu. Hampir seluruh responden wanita pelaku usaha menyatakan ingin menciptakan lapangan usaha/mengurangi penggangguran sebagai motivasi dalam berkiprah dalam dunia usaha.
Sebanyak 87,8 % responden wanita pelaku usaha yang menyatakan tidak ada kesulitan dalam menjalin hubungan kerja dengan anak buah, ini menunjukkan responden memiliki kemampuan peran sosial yang baik  Terdapat kesadaran dan kemauan yang tinggi dari wanita pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya agar dapat meningkatkan usahanya, baik dalam bentuk pendidikan/pelatihan, studi banding,maupun magang.
         5.2 Saran
            Untuk mengatasi permasalahan dalam sulitnya akses pada sumber-sumber  permodalan,  pemerintah diharapkan dapat  memberikan kemudahan pada koperasi/UKM memperoleh fasilitas kredit yang mudah diakses koperasi/UKM mungkin implementasinya dapat diperluas.       
Guna meningkatkan kompetisi pelaku usaha dalam rangka meningkatkan usahanya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Serta adanya kebutuhan pembinaan manajerial, pelayanan bisnis lainnya untuk memudahkan akses pada sumber permodalan.






DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan Koperasi,   Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, 1991-1992;
Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV Nopember 1996;
Hetifah, S. dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Seri Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995;
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia, BPFE-UGM Yogyakarta, edisi Pertama;
Porter Michael E, “Competitive Advantage””, The Free Press, 1985;
Siagian Salim dan Asfahani, Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945, Puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta;
Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil, Swisscontact dan Limpad, 2000

REVIEW JURNAL KOPERASI 29

• Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)
 
REVIEW JURNAL
JUDUL:
MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI: PERAN PERGURUAN TINGGI
Karya: Mubyarto
I. Pendahuluan
Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai Perguruan Tinggi tertua sesudah kemerdekaan (lahir 19 Desembar 1949) adalah universitas Perjuangan yang berasas kerakyatan. Artinya misi utama perguruan tinggi di samping Tri Dharma (1) Pendidikan dan Pengajaran; (2) Penelitian; dan (3) Pengabdian pada Masyarakat, UGM juga merupakan lembaga (untuk membantu) perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan asas kerakyatan(demokrasi ekonomi). Dalam pengertian kerakyatan/demokrasi ekonomi, produksi (dan distribusi) dikerjakan oleh semua warga masyarakat dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat. Kerakyatan adalah demokrasi sesuai budaya Indonesia dan sebagai sila ke-4 Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Jika banyak orang berpendapat Ekonomi Kerakyatan merupakan konsep baru yang mulai populer bersama reformasi 1998-1999 sehingga masuk dalam “GBHN Reformasi”, hal itu bisa dimengerti karena memang kata ekonomi kerakyatan ini sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya. Namun jika pendapat demikian diterima, bahwa ekonomi kerakyatan merupakan konsep baru yang “mereaksi” konsep ekonomi kapitalis liberal yang dijadikan pegangan era ekonomisme Orde Baru, yang kemudian terjadi adalah “reaksi kembali” khususnya dari pakar-pakar ekonomi arus utama yang menganggap “tak ada yang salah dengan sistem ekonomi Orde Baru”. Strategi dan kebijakan ekonomi Orde Baru mampu mengangkat perekonomian Indonesia dari peringkat negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah melalui pertuumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun) selama 3 dasawarsa. “Yang salah adalah praktek pelaksanaannya bukan teorinya”.
Barangkali cara lain menerangkan “sejarah” konsep Ekonomi Kerakyatan adalah dengan langsung menunjukkan adanya kata kerakyatan dalam Pancasila (sila ke 4) yang harus ditonjolkan dan diwujudkan dalam strategi dan kebijakan ekonomi karena di antara 5 sila Pancasila, sila ke-4 inilah yang paling banyak dilanggar dalam praktek ekonomi selama era pembangunan ekonomi Orde Baru.

II 
KOSUDGAMA Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan
Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada (Kosudgama) berdiri sebagai badan hukum tanggal 31 Maret 1982 dan berkantor di satu rumah dinas milik UGM di Bulaksumur A-14, yang sampai sekarang tetap menjadi kantor pusatnya, meskipun sudah berubah wajah menjadi pusat bisnis dengan toko swalayan, apotik, dan warung telepon untuk umum. Salah satu kemajuan Kosudgama yang patut disebut adalah bahwa keanggotaannya kini menarik orang-orang di luar UGM sendiri, yaitu pegawai UGM bukan dosen, dan dosen-dosen di luar UGM seperti UPN Veteran, UII, dan sebagainya.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_6/images/art3_gb1.gif 
Melonjaknya jumlah anggota luar biasa dari hanya 13% tahun 1998 menjadi 68% tahun 2001, atau naik 2200%, memang manakjubkan dan tentu bisa ditanyakan apa faktor penyebabnya. Sebabnya bukan karena mereka semata-mata tertarik SHU atau dividen yang baik karena SHU atau dividen mereka itulah yang justru berhasil mengembangkannya.
Faktor utama mengapa  anggota berduyun-duyun masuk adalah karena mereka dengan menjadi anggota merasa kepentingannya terlayani dengan baik, lebih baik dibanding koperasi atau organisasi ekonomi lain selain Kosudgama. Kosudgama adalah organisasi ekonomi yang tepat sekali menggambarkan organisasi kerjasama (gotongroyong) untuk mengangkat derajat dan martabat anggota, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya melalui kerjasama yang tidak mengejar laba seperti halnya Perseroan Terbatas.
Hal lain yang menarik dari Kosudgama adalah kemajuan pesat usaha-usahanya yang terjadi justru setelah krismon 1997, ketika banyak perusahaan khususnya bank-bank swasta berguguran yang mengakibatkan PHK bagi banyak sarjana-sarjana pegawai bank. Kosudgama sebaliknya selama 1998-2001 mencatat peningkatan nilai pinjaman kepada anggota sebagai berikut:
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_6/images/art3_gb2.gif 
Pelonjakan nilai pinjaman kepada anggota termasuk anggota luar biasa yang meningkat 7 kali (705%) selama 4 tahun adalah luar biasa, dan perkembangan ini ditambah usaha-usaha lain menghasilkan SHU yang juga melonjak dari hanya Rp 131 juta tahun 1998 menjadi Rp 3,04 milyar tahun 2001. Nilai aset total Kosudgama dengan demikian mengalami peningkatan dari Rp 1,97 milyar tahun 1998 menjadi Rp 22,03 milyar tahun 2001.
Pelajaran apa yang dapat ditarik dari pengalaman keberhasilan Kosudgama?
Pertama, kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip berkoperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota. Prinsip kerja koperasi untuk melayani dan sekaligus memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota adalah penting sekali, dan keberhasilannya merupakan ukuran utama misi organisasi.
Kedua, Kosudgama adalah koperasi perkumpulan orang, bukan organisasi yang dibentuk terutama untuk menghimpun modal.  Ketika Kosudgama berdiri tahun 1982 tujuan utama koperasi yang diperjuangkan pengurus adalah mengadakan rumah bagi dosen-dosen muda yang sangat membutuhkan, dan membeli buku-buku ajar (textbook) yang relatif mahal dari luar negeri. Jadi tidak seperti sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengumpulkan modal saham dari anggota kemudian mencari usaha-usaha yang menguntungkan, koperasi mengenali kebutuhan urgen anggota yang kemudian dibantu untuk memenuhinya.
Prinsip kedua ini terus dipertahankan Kosudgama yaitu dengan tidak membuka usaha-usaha baru hanya karena usaha-usaha itu mendatangkan untung (misalnya berdagang VALAS yang bisa untung besar tetapi bisa pula buntung), tetapi setiap usaha yang dibuka harus merupakan kebutuhan anggota misalnya membangun rumah bagi anggota, membeli mobil atau sepeda motor secara kredit, membuka apotik bagi anggota dan umum, dan yang paling akhir membangun toko swalayan untuk anggota dan umum.
Modal yang dibutuhkan untuk membiayai usaha memang tidak boleh sepenuhnya digantungkan atau berasal dari pihak luar koperasi, tetapi harus berasal dari anggota sendiri, meskipun bisa diangsur sedikit demi sedikit sesuai kemampuan anggota.

III 
Koperasi Wadah Ekonomi Rakyat
Ekonomi rakyat yang dapat diperkuat dalam wadah koperasi adalah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya ternyata dapat berhasil.
Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk (sekedar) memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan pokok anggota.
Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi.
Jika banyak orang Indonesia termasuk ilmuwan berpendapat bahwa ekonomi rakyat Indonesia “tidak ada”, atau tidak mempunyai sejarah, maka dasar pendapatnya jelas karena mereka (orang awam maupun ilmuwan) tidak membaca buku-buku sejarah ekonomi Indonesia. Maka kita patut berterimakasih pada Anne Booth penulis buku The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Century: A History of Missed Opportunity (Macmillan & St. Martin’s, 1998) dan Howard Dick dkk., The Emergence of A
Tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan terutama Mohammad Hatta, yang belajar ilmu Ekonomi di Rotterdam, banyak menyoroti nasib buruk ekonomi rakyat yang selalu tertekan oleh pelaku sektor ekonomi modern yang dikuasai investor-investor Belanda, terutama dalam pertanian dan perkebunan, dan dikenal sebagai pertanian rakyat dan perkebunan rakyat (smallholder).
Pertanian dan perkebunan rakyat dengan pemilikan lahan yang sempit, dengan teknologi sederhana dan modal seadanya, sulit berkembang karena merupakan usaha-usaha subsisten. Sebaliknya pertanian dan terutama perkebunan besar yang luasnya puluhan atau ratusan ribu hektar yang menggunakan teknologi unggul dan modal besar dalam memproduksi komoditi ekspor (karet, teh, kelapa sawit, tebu dan tembakau), tidak tertarik bekerjasama dengan usaha-usaha ekonomi rakyat. Mereka, perkebunan besar, bahkan khawatir rakyat “menyaingi” hasil-hasil perkebuan besar karena hasil-hasil perkebunan rakyat dapat jauh lebih murah meskipun mungkin mutunya tidak tinggi.
Demikian karena ekonomi rakyat merupakan kegiatan penduduk pribumi dan usaha-usaha besar merupakan milik pengusaha-pengusaha Belanda atau pengusaha asing lain dari Eropa, maka para pemimpin pergerakan seperti Hatta, Syahrir, dan Soekarno, selalu memihak pada ekonomi rakyat dan berusaha membantu dan memikirkan upaya-upaya untuk memajukannya.
Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.
Karena dalam ekonomi rakyat pemisahan atau pemilahan faktor-faktor produksi ini tidak dapat dilakukan maka pakar-pakar ekonomi “tidak berdaya” melakukan analisis-analisis ekonomi.

IV . Peranan Ilmu Ekonomi
Ilmu Ekonomi yang diajarkan dan diterapkan di seluruh dunia sejak Perang Dunia II yang dirintis awal oleh bukuEconomics An Introductory Analysis (Paul Samuelson dari MIT, 1946, sekarang tahun 2001 edisi ke-17) dikenal sebagai teori ekonomi Neoklasik.
Isi ajaran ekonomi Neoklasik merupakan sintesa teori ekonomi pasar persaingan bebas Klasik(Homo ekonomikus dan invisible hand Adam Smith), dan ajaran marginal utility dan keseimbangan umum Neoklasik.
Tekanan ajaran ekonomi Neoklasik adalah bahwa mekanisme pasar persaingan bebas, dengan asumsi-asumsi tertentu,selalu menuju keseimbangan dan efisiensi optimal yang baik bagi semua orang. Artinya jika pasar dibiarkan bebas, tidak diganggu oleh aturan-aturan pemerintah yang bertujuan baik sekalipun, masyarakat secara keseluruhan akan mencapai kesejahteraan bersama yang optimal (Pareto Optimal)
Di Indonesia, sampai dengan krismon tahun 1997, ilmu ekonomi yang dipahami seperti digambarkan di atas menduduki tempat terhormat di kalangan ilmu-ilmu sosial. Misalnya insinyur yang belajar dan mengambil derajat tambahan ilmu ekonomi, dan kemudian bergelar Dr. Ir, diakui memiliki kemampuan “luar biasa” atau keahlian ekstra karena disamping teknolog juga masuk “kelompok elit teknokrat ekonomi”.

Menggugat Ajaran Ekonomi Neoklasik
Mempertanyakan kembali ajaran ilmu ekonomi Neoklasik tidaklah unik di Indonesia. Gunnar Myrdal (1967) menyatakan sejak amat awal bahwa teori ekonomi tidak dikembangkan untuk menganalisis masalah-masalah ekonomi negara-negara terbelakang (under developed regions). Bagi negara-negara yang disebut terakhir, belakangan disebut negara-negara selatan, harus dikembangkan teori lain oleh para ekonom muda dari negara-negara sedang berkembang sendiri.
 “Daripada susah-susah akan lebih baik kita mengikuti ideologi global Kapitalisme-Neoliberalisme, yang sejak 1989-1990 memang telah mengalahkan paham saingannya yaitu Sosialisme.” Demikian sikap menyerah kalah ini banyak menghinggapi tokoh-tokoh ekonom kita, yang pada awal Orde Baru (1996) pernah sangat percaya perlunya Indonesia membangun masyarakat sosialisme Pancasila atau Sosialisme berdasarkan Pancasila (TAP No. XXIII/MPRS/1966).
Dewasa  ini makin banyak ditemukan buku yang menentang arus globalisasi yang menggunakan teori ekonomi neoklasik dan diperkuat paham Neo-liberalisme. Perlawanan dan bahkan pemberontakan terhadap dominasi ajaran/resep-resep IMF dan Bank Dunia dipimpin ekonom-ekonom yang pernah bekerja di IMF atau Bank Dunia sendiri, yang paling terkenal adalah Joseph Stiglitz (Ha-Joon Chang, 2001).
Alasan kuat penerimaan dan penerapan teori ekonomi neoklasik adalah bahwa ia merupakan satu-satunya teori yang tersedia sehingga “tidak ada alternatif”. Untuk menjawab keberatan demikian, Debunking Economics secara khusus menutup bukunya dengan alternatif-alternatif berikut: (Keen, 2001, h.300).
1.       Austrian Economics, yang menerima banyak ajaran ekonomi Neoklasik kecuali konsep keseimbangan.
2.       Post Keynesian Economics, yang sangat kritis terhadap ajaran Neoklasik dan menekankan pada pentingnya ketidakpastian.
3.       Sraffian Economics, mendasarkan pada konsep produksi komoditi oleh komoditi.
4.       Complexity Theory, yang menerapkan konsep dinamika non linear dan teori kekacauan terhadap isu-isu ekonomi. 
5.    Evolutionary Economics, yang memperlakukan perekonomian sebagai sistem evolusi ala Darwin.
Dari ke-5 “alternatif” terhadap teori ekonomi Neoklasik tersebut, teori ekonomi evolusioner mencakup apa yang dikenal dengan teori ekonomi kelembagaan yang mula-mula diusulkan Thorstein Veblen (1898), dan kemudian dikembangkan oleh John R. Commons (1904-1905) di Wisconsin. Ekonomi kelembagaan ala John Commons menunjukkan betapa teori ekonomi bisa sangat relevan untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang secara nyata dihadapi masyarakat pada waktu dan tempat tertentu, dan sebaliknya bisa terasa begitu aneh dan mandul pada waktu dan tempat lain sebagaimana dirasakan 4-5 tahun terakhir di Indonsia.

V .
 Pengajaran Ilmu Ekonomi
Satu kesalahan besar yang berubah menjadi semacam dosa dari dosen-dosen pengajar ekonomi di Universitas-universitas di Indonesia adalah bahwa mereka hanya mengajarkan separo saja dari ajaran ekonom klasik Adam Smith. Konsep Smith tentang Manusia Sosial (homosocialis, tahun 1759) dilupakan atau tidak diajarkan, sedangkan ajaran berikutnya pada tahun 1776 (manusia sebagai homoeconomicus) dipuja-puji secara membabi buta. Menurut konsep terakhir manusia bersifat egois dan selfish, yang tidak pernah mau tahu kepentingan orang lain meskipun yang benar adalah sebaliknya :
Dosa ke-2 dari dosen-dosen ilmu ekonomi adalah mengajarkan secara penuh metode analisis deduktif dari teori ekonomi neoklasik, padahal seharusnya disadari bahwa Alfred Marshall dan Gustave Schmoller sebelumnya, yang merupakan tokoh-tokoh teori ekonomi Neoklasik, memesankan secara sungguh-sungguh dipakainya dua metode secara serentak (deduktif dan induktif), laksana 2 kaki (kanan dan kiri) untuk berjalan. Ajaran asli Mazhab sejarah Jerman inilah yang sesungguhnya dan seharusnya mengingatkan peristiwa pergulatan metode (metodensreit) pakar-pakar ekonomi tahun 1873-1874 dalam penggunaan model-model matematika yang kebablasan dan sekaligus mengabaikan data-data sejarah yang relevan. Mengajarkan ilmu ekonomi matematika (matematika ekonomi) dianggap lebih gagah dibandingkan keharusan membaca data-data sejarah dalam buku-buku tebal, meskipun jelas mempelajari sejarah lebih relevan. Selain itu mengajar ekonomika secara induktif-empirik memang membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak, dan jika waktu sangat mendesak atau terbatas, maka mengajar dengan metode deduktif memang merupakan pilihan yang mudah.
Salah satu kelemahan amat menonjol dari Ilmu Ekonomi Neoklasik adalah keengganannya untuk memasukkan faktor budaya dan masalah keadilan dalam model analisisnya. Bagi Indonesia yang berideologi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu masyarakat yang adil dan  makmur berdasarkan Pancasila, maka pembangunan ekonomi dan ilmu ekonomi yang melandasi penyusunan kebijakan-kebijakan harus mempertimbangkan faktor keadilan ekonomi dan keadilan sosial. Dan ilmu ekonomi yang diajarkan di Fakultas-fakultas Ekonomi haruslah ilmu ekonomi kelembagaan ajaran John R. Commons yang dikembangkan di University of Wisconsin Madison tahun 1904-05.

VI . KESIMPULAN
Mungkin masih tetap banyak yang tidak sependapat dengan kami bahwa dosen-dosen ekonomi di Universitas telah “berdosa” mengajarkan ilmu ekonomi secara keliru atau bahkan mengajarkan “ilmu ekonomi yang keliru”. Jika demikian, mereka tetap merasa tak bersalah, kami ingin menghimbau sarjana ekonomi lain yang jumlahnya sedikit, yang setuju dengan pandangan kami, untuk bekerja keras mengajak rekan-rekan lainnya  yang belum masuk barisan untuk memperkuat barisan. Marilah kita membuat gerakan “mengkaji ulang” relevansi teori-teori ekonomi yang sudah mapan dari Amerika ini. Ilmu ekonomi sebagai ilmu sosial harus kita “Indonesiakan” menjadi ilmu ekonomi yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia yang sedang membangun, khususnya dalam memberdayakan ekonomi rakyat. Dan caranya, seperti sudah disinggung di atas, ilmu ekonomi di Perguruan Tinggi harus diajarkan bersama sejarah ekonomi bangsa, ilmu sosiologi, antropologi, dan etika Pancasila.
Juli 2002

Daftar Pustaka 
Prof. Dr. Mubyarto: 
Guru Besar FE - UGM
 Makalah untuk Seminar hari Koperasi dan 100 Tahun Bung Hatta, Kosudgama Yogyakarta, 18 Juli 2002
BACAAN
-    James A. Caporaso & David P. Levine, 1992. Theories of Political Economy, Cambridge University Press, Cambridge.
-    Paul Ekins & Manfred Max-Neef (ed). 1992, Real-Life Economics, Routledge. London-New York.
-    Steve Keen, 2001. Debunking Economics, Pluto Press-Zed Books, New York.
-    Daniel B. Klein (ed), 1999, What Do Economists Contribute, New York University Press, New York.
-    Robert H. Nelson, 2001. Economics as Religion. Pennsylvania State University, University Park.
-    Paul Ormerod, 1994. The Death of Economics, Faber  & Faber, London.

REVIEW JURNAL KOPERASI 28

• Rayi Kinasih (25210688)
• Lestari Setyawati (24210005)
• Dewi Kencanawati (21210903)
• Ericha Dian N. (22210387)
• Syiam Noor W. (26210798)
• Nihlah Adawiyah (24210976)
• Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)

REVIEW JURNAL
Judul: PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DANMENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

sumber :https://mail.google.com/mail/?shva=1#drafts/133083a84e77b0ee
               yulichatrinecastro.blogspot.com

ABSTRAK
Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam penelitian ini hanyalah ingin tahu di lapangan jelas,bagaiman koperasi dan UKM memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual dan seberapa jauh itu pemerintah memberikanpromosi untuk lembaga yang bersangkutan, sehingga informasi yang diterima oleh koperasi dan UKM dari perusahaan yang samaRendahminat untuk memanfaatkan Kekayaan Intelektual Hak membuat jugabunga rendah untuk mendaftarkan perusahaan mereka dan tidak maumembayar biaya di luar bisnis. Responden sangat ingin menunggupromosi informasi mengenai Hak Kekayaan Intelektual dari Pemerintahatau
instansi terkait.lembaga yang bersangkutansehingga informasi yang diterima biaya di luar bisnis.
Kata kunci : “Perlu Penyuluhan”


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdaganganinternasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak ada lagi, karenasetiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di bidangperdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harustunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap Negaratidak dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tariffmaupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasukdiantaranya pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in Counferfeit Goods). Indonesia telahmengikrarkan ikut dalam organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997. Dalam era tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar. Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle(garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah(garmen) di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”.Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebihmemberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usahasebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkanPeraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1). Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan denganmengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.Di bidang Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upayamenciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorongpertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2). Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3). Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkanantara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat. Berbagai kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang- Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang- Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama. Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun 1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001. Perkembangan perdagangan dunia internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.

2. Rumusan Masalah
Kalau dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga
pemerintah yang terkait.
3). Sejauhmana hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.

3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
- Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
- Faktor-faktor penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan
Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah.

2). Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas
terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan
yang akan datang.

4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi :
1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan KUKM
2). Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas
yang menangani HaKI
3). Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepadapihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindunganbagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab denganadanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasimanusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten& Merek, 2001).

1. Merek
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undang-undangMerek Nomor 15 Tahun 2001. Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Merek merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya. Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama ataukeseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.


2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuanperundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnyapembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Haltersebut disebabkan kultur masyarakat yang beranggapanmemperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha
tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikanpengertian-pengertian yang jelas tentang HaKI. Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.

3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha lainnya. Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan :Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hakmenggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasigeografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis denganbarang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

III. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaituKalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur danLampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkanpertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapatmewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampaipelosok Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragamusaha industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagipebisnis kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerjasetempat (lokal), jam kerja pun belum tentu memenuhi standar yangditetapkan pemerintah. Disamping itu pertimbangan lain adalah danadan tenaga yang tersedia. Karakteristik produk dari keempat propinsi sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik. Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan. Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya. Dengan memadukan beberapa propinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.

2. Populasi Penelitian
Dari empat propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah survey 12kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60koperasi, dan 60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yangdiperoleh 120 koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yangtelah terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari pada pembisnisdalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Pengusaha

1). Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil survei lapangan diketahui bahwa 100,00% responden menyatakan pernah mendengar tentang HaKI. Penyuluhan yang telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait (pembina) hanya 18,75%, melalui media massa 5,00%, dan melalui pengusaha 76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari responden yang mengatakan mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI 70,00%. Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh informasi yang jelas, bahwa responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan 75,00%, dan yang mengatakan terhambat jalannya 25,00%

2. Faktor Mempengaruhi Mendapatkan HaKI

1). Permohonan Dan Biaya HaKI
Persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan HAM Cq. Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek. Permohonan administrasi sebagai berikut:
- Pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen
HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI
melalui Tim.
- Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup
memakan waktu.
- Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974
BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk,
membubuhkan tanda tangan dan stempel pada permohonan
diterima.
(1). Biaya Paten antara lain terdiri dari :
- Biaya permohonan paten
- Biaya pemeriksaan substansi paten
- Penulisan deskripsi, abstrak, gambar
- Biaya lain-lain
(2). Biaya Merek antara lain terdiri dari :
- Biaya permohonan merek
- Biaya perpanjangan merek
- Biaya pencatatan pengalihan hak merek
- Biaya lain-lain

2). Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
Responden yang diwawancarai kebanyakan usaha bergerak dalam lingkungan industri kerajinan rakyat (industri alat rumah tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga, tetangga dan penduduk sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban, karena modal kecil, usaha turun temurun, kadangkadang produksi berdasarkan pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha ditekuni umumnya unit toko dan unit simpan pinjam yang kebanyakan melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang didirikan koperasi, tapi belum banyak berkembang, oleh karena ituuntuk membiayai usaha tersebut diambilkan dananya dari usaha yang telah maju. Bagi usaha koperasi pengambilan keputusannya berbedasekali dengan keputusan diambil usaha kecil termasuk usaha
menengah. Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan kehendak para anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan baru, lebih-lebih kegiatan tersebut memerlukan biaya-biaya. Bila pengurus ingin untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus koperasi harus mendapatkan persetujuan dari anggota dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik anggota dengan semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah disahkan melalui rapat, sangat penting bagi organisasi
koperasi untuk mengetahui hasil kerja pengurus dalam satu tahun buku. Didalam neraca tahunan terlihat apakah suatu koperasi rugi atau untung. Karena lambatnya keputusan yang diambil harus
melalui rapat anggota, bila ada peluang usaha yang harus diputuskan waktu itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak dapat mengambil peluang usaha. Beberapa orang pengurus dan manager yang ditunjuk mengelola usaha koperasi, bukan membuat keputusan tetapi menjalankan keputusan yangtelah ada berdasarkan hasil rapat anggota. Pengurus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun bukukepada rapat anggota, sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada pengurus, karena manager diangkat pengurus dalam surat keputusan dengan masa jabatan telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi organisasi, administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus
pada akhir tahun buku dalam rapat anggota tahunan (RAT).

3). Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah)
antara lain :
(1). Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2). Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3). Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari
Jakarta (luar Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak
mengalami kekeliruan.
(4). Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau
kembali.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Dari hasil survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapibelum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuanadministrasi.
2). Rata-rata responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI(52,50%), dan tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan,menunggu penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah dan instansiterkait.

2. Saran-Saran
1). Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha kecil dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya permohonan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain agarditinjau kembali, termasuk syarat pembayaran. Pembayaran olehpemohon setelah permohonan diterima, yang disyahkan DirektoratJenderal HaKI Jakarta.


SUMBER
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung. Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”,Yogyakarta.
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit
“Indah”. Surabaya.
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI
Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalamWorkshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah MelaluiKebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi DiberlakukannyaKesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
https://mail.google.com/mail/?shva=1#drafts/133083a84e77b0ee